Blogger templates

Klasifikasi dan Morfologi Artemia salina




Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, salah satu pakan alami yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan dan larva udang adalah Artemia salina. Artemia merupakan jenis pakan alami dari golongan zooplankton yang dimanfaatkan  sebagai pakan alami bagi berbagai macam larva ikan dan larva udang, Artemia mempunyai nutrisi lengkap sehingga sangat sesuai untuk  pakan larva, Artemia juga sesuai dengan bukaan mulut ikan maupun udang Artemia termasuk dalam kelompok udang-udang.

Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya Artemia sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor Artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun Artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Penetasan cysta Artemia dapat dilakukan dengan 2 tahap yaitu dengan cara dekapsulasi dan non-dekapsulasi. Namun secara umum penetasan cysta artemia sering dilakukan dengan metode dekapsulasi sehingga banyak keuntungan bagi balai pembenihan maupun intansi yang lainnya.
Dekapsulasi adalah suatu cara penetasan cysta Artemia dengan melakukan proses penghilangan lapisan luar cysta tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Sekitar 30 % energi embrio digunakan hanya untuk proses penetasan cangkang yang keras. Chorion cysta artemia bisa dihilangkan tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio dengan penggunaan larutan hipoklorit terhadap yang terhidrasi.
 

Tujuan
Menurut Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistematika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut :
Filum                    Arthropoda
Kelas                    Crustacea
Subkelas              Branchiophoda
Ordo                     Anostraca
Famili                   Artemiidae
Genus                   Artemia
Spesies                 : Artemia sp


Cysta artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah, warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). 
Artemia dewasa  memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda. Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang, salah satu antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal maka artemia akan berwarna kuning atau merah jambu.
Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga pada kondisi yang ideal seperti ini, artemia akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).
 1.      Habitat
Artemia satu-satunya genus dalam keluarga artemidae, Artemia ditemukan diseluruh dunia dipedalaman saltwater tetapi tidak di lautan Artemia hidup di perairan yang berkadar garam tinggi, yaitu antara 15-30 ppt. Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur tidak akan menetas yang disebabkan tekanan osmosis dari luar tubuh lebih tinggi, sehingga telur tidak dapat menyerap air yang cukup untuk metabolismenya (Dhert, 1980). Artemia memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap variasi tingkatan oksigen di perairan dengan menghasilkan hemoglobin untuk meningkatkan afinitas oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L namun kadar oksigen kurang dari 2 mg/L dapat menjadi pembatas produksi biomasa artemia (Mudjiman, 1983).

2.      Siklus Hidup
Siklus hidup Artemia sp dimulai dari saat menetsanya cysta atau telur Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur setelah 15 – 20 jam pada suhu 25°C cysta akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah bisa berenang bebas pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan karena masih mengandung kuning telur.
Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya Artemia akan memakan jenis pakan apa saja selama bahan tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm, pada kondisi demikian biomasanya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomasa pada fase naupli.

Salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari selama hidupnya (sekitar 50 hari) betina Artemia memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali, dalam kondisiyang sesuai, artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau cysta sebanyak 300 ekor (butir) per 4 hari. cysta akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakan sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari. (Mudjiman, 1983).
 3.      Kandungan Gizi Artemia sp
Menurut Kurniastuty dan Isnansetyo (1995), protein mempunyai peranan penting untuk mempertahankan jaringan secara normal, untuk perawatan jaringan tubuh mengagati sel-sel yang rusak dan pembentukan sel-sel baru. Komponen penyusun protein adalah asam amino. Kualitas protein ditentukan oleh asam amino pembentuknya, semakin lengkap asam amino esensial pembentuk protein maka semakin tinggi kualitas dari protein tersebut. Menurut Mudjiman (1989) Artemia sp mudah sekali dicerna karena kulitnya sangat tipis (kurang dari 1 m). Artemia sp (nauplius) mengandung protein 42% dan artemia sp. Dewasa (biomassa) sampai 60% berat kering protein Artemia sp kaya akan asam amino esensial.
Menurut Harefa (1996), kandungan protein Artemia sp mencapai 40%-60% karbohidrat 15% - 20%, air 1% - 10% dan abu 3% - 4% kandungan protein inilah yang menyebabkan Artemia sp digunakan sebagai pakan alami yang sulit digantikan dengan pakan yang lain.lebih lanjut ditambahkan bahwa komposisi kandungan nutrisi Artemia sp bervariasi faktor yang mempengaruhi komposisi tersebut diantaranya ialah strain,kualitas dan ketersedian makan serta kondisi tempat Artemia sp hidup.

 4.      Reproduksi Artemia
Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara, yakni partenhogenesis dan biseksual pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari jantan dan betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi. Betina mempunyai sebuah atau sepasang ovary dan sepasang seminal receptacle.
Copepod jantan yang hidup bebas biasanya mempunyai sebuah testes dan membentuk spermatofora pada waktu kopulasi, copepod jantan dan membentuk spermatofora pada waktu kopulasi, copepod jantan memegang yang betina dengan antena pertama atau kaki renag keempat atau kelima yang berbentuk capit, dan meletakkan spermatofora pada betina pada pembuahan seminal receptacle. Sekali kopulasi dapat digunakan untuk membuahi 7 sampai 13 kelompok telur. Stadia nauplius sebanyak 5 atau 6 instar, kemudian menjadi copepod dewasa tidak mengalami pergantian kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa memakan waktu antara satu minggu sampai satu tahun copepod hidup bebas berumur antara 6 bulan sampai satu tahun lebih.

5.      Cara Makan dan Makanan Artemia sp
Menurut Mujdjiman (1989), kebiasaan makan artemia salina yaitu dengan manyaring pakan (filter feeder). Artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup, benda mati, benda keras, maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia antara lain berupa detritus bahan organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan (ragi laut). Menurut Thariq et al (2002) menyatakan bahwa artemia juga merupakan hewan yan bersifat filter feeder non selektif, oleh sebab itu faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih pakan artemia adalah ukuran partikel kurang dari 50 µm sehingga mudah dicerna, mempunyai nilai gizi dan dapat larut dalam media kultur. Artemia mulai makan pada instar ketiga, yaitu setelah saluran pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva artemia adalah 20-30 µm dan untuk artemia dewasa antara 40-50 µm.

 6.      Penetasan Cysta Artemia sp
Sutaman (1993) menyatakan bahwa penetasan kista Artemia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung (non dekapsulasi) dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Dekapsulasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista Artemia yang keras (korion). Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum digunakan pada benih ikan maupun udang, namun untuk meningkatkan daya tetas dan menghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista Artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan.  Subaidah dan Mulyadi (2004) menyatakan bahwa langkah-langkah penetasan dengan cara dekapsulasi adalah sebagai berikut:

1. Kista Artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam
2. Kista disaring menggunakan plankton net 120 µm dan dicuci bersih
3. Kista dicampur dengan larutan kaporit atau klorin dengan konsentrasi 1,5 ml
per 1 gram kista, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata
4. Kista segera disaring menggunakan plankton net 120 mikron dan dibilas     menggunkan air tawar sampai bau klorin hilang dan cysta siap menetas.
5. Kista akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan dengan cara
mematikan aerasi untuk memisahkan kista yang tidak menetas dengan nauplii
Artemia.
Menurut Pramudjo dan Sofiati, (2004) kista hasil dekapsulasi dapat segera
digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0o C – 4oC dan digunakan sesuai
kebutuhan dalam kaitannya dengan proses penetasan. Chumaidi et al (1990) dalam Tyas (2004) menyatakan bahwa kista setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi,   metabolisme embrio yang aktif, sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih dibungkus dengan selaput. Wadah penetasan Artemia dapat dilakukan dengan wadah kaca, polyetilen (ember plastik) atau fiber glass. Ukuran wadah dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mulai dari volume 1 liter sampai dengan volume 1 ton bahkan 40 ton (Sorgeloos 1996 dalam Hasyim 2002).

 7.      Kualitas Air
Standar kualitas air merupakan acuan kelayakan suatu perairan dalam menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik nilainya dinyatakan dalam kisaran tertentu (Boyd 1990). Pakan alami tumbuh subur pada perairan yang banyak mengandung bahan-bahan organik dan anorganik. Pakan ini bisa pula ditumbuhkan dalam tempat yang sempit, tertutup dan dalam media yang terbatas asalkan memenuhi persyaratan tumbuh seperti suhu,salinitas,pH dan intensitas cahaya (Martosudarmo dan Wulani,1990).
Suhu air berpengaruh terhadap fisiologi hewan dalam hal metabolisme dan kelarutan oksigen dalam air peningkatan suhu akan diikuti dengan meningkatnya konsumsi oksigen dan akan menurunkan daya larut oksigen dalam air (Watana, 1998). Artemia sp tidak dapat hidup pada suhu kurang dari 60C atau lebih dari 350C akan tetapi, hal ini jelas sangat tergantung pada individunya dan kebiasaan tempat hidup mereka. Artemia sp tidak dapat hidup pada suhu kurang dari 60C atau lebih dari 350C. Akan tetapi, hal ini jelas sangat tergantung pada individunya dan kebiasaa tempat hidup mereka.
pH merupakan logaritma negatif dari aktifitas ioh hidrogen (Boyd 1982). pH secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan artemia, pertumbuhan artemia kisran optimun pH 7,-3 – 8,4 (Djarijah 1995). Kemudian kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan artemia sp. Artemia sp dengan suplai oksigen yang baik, artemia sp akan bewarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak memakan mikro alga. Apabila kadar oksigen dalam air rendah dan air banyak mengandung bahan organik atau apabila salinitas meningkat artemia akan memakan bakteri,detritus dan sel-sel kamir (yest). Pada kondisi demikian mereka akan bewarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan memulai memproduksi kista adapun oksigen terlarut yang dibutuhkan Artemia sp
4,0 - 6,5 (Suriawaria,U.1985)
            Artemia dapat tumbuh dengan baik pada kadar garam 30-50 ppt untuk artemia yang menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt. Menurut Harefa (1996), salah satu keunggulan jasad renik adalah kemampuannya dalam beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan, khususnya terhadap salinitas. Hewan ini mampu hidup pada rentang salinitas 5-150 ppt. Beberapa jenis bahkan mampu hidup diperairan dengan salinitas sampai 350 ppt.
Cahaya dapat juga menghambat pertumbuhan Artemia sp, karena ia bersifat fototaksis positif, kemungkinan adanya cahaya menyebabkan aktifitas yang tinggi dari larva dengan demikian energi yang seharusnya dipergunakan untuk pertumbuhan dipergunakan untuk aktifitas pergerakkannya, intesitas cahaya yang dibutuhkan Artemia sp 1000 lux. Lama waktu penetasan 18-36 jam (Harefa 1996).

Post a Comment

0 Comments